Dalam pos

PorosBekasi.com – Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) kompensasi dampak Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang kembali menjadi sorotan tajam.

Alih-alih menjadi instrumen perlindungan sosial bagi warga terdampak, skema bantuan ini justru diduga dijalankan dengan tata kelola yang bermasalah dan minim pengawasan, hingga berpotensi merugikan keuangan negara sekitar Rp6,8 miliar.

Isu tersebut kini memasuki babak hukum setelah LSM Triga Nusantara Indonesia (Trinusa) DPC Bekasi Raya secara resmi melaporkan dugaan penyimpangan penyaluran BLT tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Ketua DPC Bekasi Raya LSM Triga Nusantara Indonesia, Maksum Alfarizi atau Mandor Baya, menilai persoalan BLT Bantargebang mencerminkan lemahnya sistem pengendalian internal di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.

“Ini bukan sekadar salah data atau kelalaian teknis. Polanya menunjukkan dugaan penyalahgunaan kewenangan yang sistematis dan berpotensi merugikan keuangan negara serta menghilangkan hak masyarakat,” ujar Mandor dalam keterangannya, Rabu (17/12/2025).

Berdasarkan dokumen dan hasil penelusuran LSM Trinusa, termasuk merujuk pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, penyaluran BLT kompensasi TPST Bantargebang diduga tidak melalui mekanisme verifikasi dan validasi yang memadai.

Masalah data penerima mencuat sebagai titik krusial. Ditemukan indikasi penerima fiktif, Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda, penerima yang telah meninggal dunia, hingga warga di luar domisili Kecamatan Bantargebang yang tetap tercantum sebagai penerima bantuan.

Lebih jauh, perubahan daftar penerima bantuan disebut dilakukan tanpa dasar hukum yang sah dan diduga tidak didukung Surat Keputusan (SK) Wali Kota Bekasi.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai fungsi pengawasan kepala daerah dan perangkat daerah terkait dalam memastikan bantuan sosial berjalan sesuai aturan.

Selain persoalan data, aspek pencairan anggaran BLT juga dipersoalkan. LSM Trinusa menyoroti dugaan pencairan dana tanpa perintah sah dari Bendahara Umum Daerah (BUD), yang bertentangan dengan prinsip dasar pengelolaan keuangan daerah.

Porosbekasicom
Editor