Dalam pos

PorosBekasi.com – LSM Triga Nusantara Indonesia menilai persoalan komersialisasi pendidikan bukan hanya soal pungutan atau praktik bisnis di sekolah, tetapi kegagalan sistemik pemerintah dalam melakukan pengawasan.

Celah regulasi, lemahnya kontrol, dan pengelolaan sekolah yang tidak transparan disebut menjadi penyebab utama mengapa praktik merugikan orang tua siswa terus berulang setiap tahun.

Sekretaris DPD Provinsi Banten LSM Triga Nusantara Indonesia, Sonny Martin, menegaskan persoalan biaya pendidikan tidak bisa dilepaskan dari lemahnya peran negara dalam memastikan pendidikan tetap inklusif dan bebas kepentingan.

“Pendidikan berkualitas kini seolah menjadi komoditas mewah. Ada jurang diskriminasi yang nyata: mereka yang gagal masuk sekolah negeri dipaksa menanggung biaya tinggi di swasta, sementara mereka yang masuk negeri pun tetap dihantui oleh berbagai pungutan terselubung,” ujarnya, Kamis (11/12/2025).

Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa diskriminasi biaya bukan hanya akibat sekolah yang “berbisnis”, tetapi juga hasil dari ketidakhadiran regulasi yang ketat dan tegas dari pemerintah.

Temuan LSM Triga Nusantara Indonesia terkait dugaan praktik bisnis di SMKN 2 Kota Serang dipandang sebagai bukti bahwa pengawasan pemerintah provinsi nyaris tidak berjalan.

Kewajiban pembelian seragam melalui koperasi sekolah dengan harga yang ditentukan sepihak, menunjukkan adanya ruang monopoli yang tidak pernah dicegah oleh otoritas pendidikan.

Pungutan asuransi Rp300.000 per siswa yang bekerja sama dengan perusahaan tertentu juga menandakan lemahnya verifikasi dan evaluasi kebijakan sekolah oleh pemerintah.

“Kondisi ini bukan hanya tanggung jawab sekolah, melainkan juga bukti kegagalan Dinas Pendidikan dalam mengawasi detail operasional di satuan pendidikan,” ujar Sonny.

Berdasarkan temuan tersebut, Trinusa Indonesia menyanpaikan empat tuntutan agar pemerintah tidak lagi bersikap pasif.

Pertama Inspektorat Provinsi Banten diminta segera menindaklanjuti laporan dan menghentikan praktik penunjukan koperasi secara langsung oleh oknum kepala sekolah.

Kedua Dinas Pendidikan harus menghentikan seluruh pungutan tanpa dasar hukum di SMKN 2 Kota Serang.

Ketiga pemerintah wajib membuka transparansi keuangan antara sekolah dan pihak ketiga. Terakhir, audit independen harga seragam harus dilakukan sebagai bentuk pembersihan sistem.

“Persoalan ini harus menjadi momentum bagi pemerintah provinsi untuk membenahi pola pengawasan pendidikan secara serius. Pendidikan tidak boleh menjadi ruang abu-abu tempat kepentingan personal berkembang,” tandas Sonny.

Suhendi Suhaidi
Editor