Dalam pos

PorosBekasi.com – Ketenangan warga Perumahan Dukuh Zamrud, Cimuning, Mustikajaya, Kota Bekasi, tujuh tahun terakhir terusik dengan kehadiran pengajian tertutup di sebuah rumah di Blok I RT 12 RW 12 .

Setiap akhir pekan, sejak pagi hingga menjelang siang, rumah itu dipadati sekitar 70 jamaah, mayoritas datang dari luar wilayah.

Awalnya hanya soal parkir kendaraan yang semrawut hingga membuat jalan sekitar macet. Namun lama-lama, warga juga mulai resah dengan perubahan sikap sebagian peserta. Muncul pula kabar bahwa ada janji “masuk surga” bagi yang menyumbang Rp1 juta, isu yang membuat keresahan semakin memuncak.

Sebelum menetap di Dukuh Zamrud, kelompok ini pernah beraktivitas di perumahan lain, namun ditolak warga. Di lokasi sekarang, pengurus lingkungan sudah berulang kali mencoba dialog secara persuasif, tapi hasilnya nihil.

Mediasi resmi pada 7 Juli 2025 bahkan sudah memberi tiga syarat agar kegiatan bisa tetap berjalan: persetujuan tertulis warga sekitar, lokasi sesuai peruntukan, dan pelaporan identitas jamaah. Namun hingga kini, tidak satu pun syarat itu dipenuhi.

Kunjungan dari kelurahan, LPM, aparat keamanan, dan tokoh masyarakat pada 27 Juli serta 3 Agustus 2025 tak membuahkan perubahan. Mediasi terakhir bahkan berakhir setelah pihak penyelenggara menolak kesepakatan dan pengacaranya meninggalkan forum.

Kasus ini kini sudah naik ke tingkat kota. Pemerintah Kota Bekasi melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) menegaskan tidak akan gegabah dalam menangani polemik ini.

“Yang berbau muslim tentunya kita akan menanyakan juga kepada MUI, apa statement-nya, kita dengar dulu. Jangan langsung mengambil langkah. Kalau langsung dikumpulkan antara PY dengan pihak-pihak lain, khawatirnya malah jadi ajang debat. Pasti masing-masing akan memperjuangkan pendapatnya,” ujar Kepala Kesbangpol Kota Bekasi, Nesan Sujana kepada wartawan, Selasa 12 Agustus 2025.

Menurutnya, rapat koordinasi akan melibatkan sekitar 20–25 orang dari unsur kepolisian, TNI, FKUB, MUI, Kemenag, hingga tokoh masyarakat.

“PY tidak dihadirkan dulu. Kalau langsung dihadirkan, takutnya jadi tidak fokus. Kita telusuri dulu akar masalahnya, dengar pendapat dulu. Kita juga jangan langsung memutuskan secara saklek,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa penentuan apakah kegiatan tersebut mengandung ajaran menyimpang atau tidak merupakan kewenangan MUI dan Kementerian Agama.

“Minimal kita telusuri dulu benang merahnya yang mana Nah terkait ajaran menyimpang atau bukan, itu nanti yang bergerak MUI atau Kemenag,” tutupnya.

Sementara Ketua MUI Kota Bekasi, Saefudin Siroj, menegaskan ajaran tentang “surga berbayar” adalah tidak berdasar dan tidak dibenarkan.

“Sungguh disayangkan jika ada seorang ulama, guru, ataupun ustaz yang mengatakan, bahwa surga bisa dibeli. Tidak ada dalil dari Alquran, hadis, pendapat ulama, atau fatwa manapun yang menyatakan hal itu,” tegasnya.

Ia menilai praktik tersebut berpotensi masuk dalam kategori ajaran sesat. MUI, kata Saefudin, memiliki sepuluh kriteria penilaian penyimpangan, di antaranya mengingkari rukun iman atau rukun Islam, mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan Alquran dan sunnah, meyakini adanya wahyu setelah Alquran, mengingkari keaslian Alquran, hingga menafsirkan Alquran tanpa kaidah tafsir.

Indikasi penyimpangan lainnya, juga berlaku bagi yang mengingkari kedudukan hadis sebagai sumber ajaran Islam, menghina nabi dan rasul, mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, mengubah pokok-pokok ibadah yang telah disyariatkan, hingga mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.

“Jika sebuah kegiatan memenuhi salah satu dari sepuluh indikator ini, maka bisa masuk kategori sesat,” tegasnya.

Menurutnya, jika ditemukan indikasi seperti itu, MUI akan memberikan pencerahan kepada instansi berwenang, termasuk Kesbangpol, kepolisian, dan pemerintah daerah.

“Masukan dari MUI ini menjadi pertimbangan untuk memutuskan apakah kegiatan tersebut diizinkan atau tidak, demi mencegah konflik antarumat,” jelasnya.

Hasil kajian bersama Kesbangpol dan unsur Forkopimda akan menjadi dasar keputusan lanjutan.

“Nah itu nanti akan diambil sebagai suatu pertimbangan untuk mengambil keputusan oleh kapolres, kejaksaan, pemerintah terutama Kesbangpol yang memiliki wewenang dan wilayah untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan suatu kegiatan keagamaan,” tandas Saefudin.

Porosbekasicom
Editor