Oleh : Rasyid Akbar Pratama Gerakan Revolusi Mental Bung Karno (GRM-BK)
KERICUHAN mewarnai acara Konferensi Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Bekasi yang digelar di Ballroom Hotel Merapi Merbabu, Kecamatan Rawalumbu. Sabtu (11/10/2025).
Konflik antara PA GMNI dan Pengurus Cabang GMNI Kota Bekasi memperlihatkan bagaimana idealisme marhaenisme yang dahulu digagas Bung Karno sebagai fondasi gerakan, kini mulai tergerus oleh kepentingan pribadi dan hasrat kekuasaan.
Di balik insiden kericuhan dan adu argumen itu, tersimpan narasi yang jauh lebih dalam, “Berebut jabatan dan mempertahankan jabatan” Ini bukan kisah “adik kandung dan adik ipar” yang beberapa waktu lalu diangkat menjadi pejabat strategis oleh Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto.
Persoalan kali ini jauh lebih kompleks. Muncul kabar bahwa Heri Purnomo (Herpur) akan menggantikan posisi Direktur Utama PDAM Tirta Patriot, Ali Imam Faryadi (Aweng).
Heri Purnomo, alumni GMNI Jakarta, saat ini menjabat sebagai Ketua PA GMNI Kota Bekasi, mantan anggota DPRD periode 2019–2024, dan kini juga menduduki posisi Ketua Bidang Politik DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi—struktur partai yang diketuai oleh Tri Adhianto.
Dukungan politik terhadap Herpur, disebut mengalir deras sejumlah kalangan internal PDIP. dikabarkan siap merebut kursi strategis tersebut, bukan semata karena loyalitas partai, tetapi karena kontribusi politik Herpur kepada Tri sudah terbukti dan terukur. Sebaliknya, Aweng—salah satu alumni GMNI Bekasi—dinilai tidak menunjukkan komitmen politik yang sejalan dengan Tri Adhianto.
Catatan masa lalu bahkan memperlihatkan adanya ketegangan yang cukup lama di antara keduanya. Ketika Tri masih menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bekasi, organisasi GMNI Cabang Bekasi pernah berencana mengundangnya untuk memberikan sambutan dalam sebuah kegiatan kaderisasi. Namun, rencana itu urung terlaksana setelah Aweng secara tegas menolak dengan alasan bahwa “Tri Adhianto bukan alumni GMNI.”
Selain itu, beberapa simpatisan Tri yang bekerja di PDAM Tirta Patriot, dikabarkan mendapat sanksi dari Aweng karena dianggap berpihak kepada Tri dalam kontestasi Pilkada.
Situasi lain semakin menarik ketika beredar kabar bahwa Aweng “bermain dua kaki”. Dalam dinamika politik terakhir pilkada, dengan ikut berkoordinasi bersama kelompok yang berseberangan dengan Tri, di rumah salah satu tokoh PDIP berinisial WW.
Tinggalkan Balasan