PorosBekasi.com – Sebuah kasus korupsi yang seharusnya membuka tabir kebobrokan, kini justru beraroma sandiwara. Para tersangka dugaan korupsi pengadaan alat olahraga di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bekasi, diyakini tak lebih dari bidak-bidak kecil di papan catur, sengaja dipajang sebagai ‘tumbal’ untuk menebus dosa.
Sementara itu, sang raja dan aktor intelektual yang diduga kuat menjadi dalang skenario besar ini, masih melenggang bebas. Aroma busuk keberpihakan penegakan hukum pun menyeruak, meninggalkan pertanyaan yang tak terjawab: siapa yang sedang dilindungi dan siapa yang sengaja dikorbankan?
Ketua Kelompok Masyarakat Trinusa Bekasi Raya, Maksum Alfarizi atau akrab disapa Mandor Baya, lantang mendesak penyidik Kejaksaan Negeri Kota Bekasi untuk tidak sekadar berhenti pada penahanan tersangka kecil.
Lebih dari itu, ia menekankan pentingnya memprioritaskan pengembalian kerugian negara/daerah. Menurutnya, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemkot Bekasi tahun 2024 justru menunjukkan fakta janggal.
“Diresume hasil audit BPK pada laporan keuangan Pemkot Bekasi tahun 2024 itu tidak ada pengembalian yang capai milyaran, coba baca resume temuan di buku BPK-nya saja, yang ada hanya Rp668 juta,” ujarnya, Senin (22/9/2025).
Mandor Baya menambahkan, ada informasi sisa pengembalian kerugian dalam bentuk sertifikat tanah dari pihak keluarga tersangka yang kini berada di Bank BJB. Namun, kejelasan soal status sertifikat itu masih gelap. Apakah tanahnya masih ada, sudah dijual, atau hanya permainan angka belaka?
“Penyidik mungkin bisa melacak, apakah itu sertifikat atau tanahnya sudah dijual atau tidak. Seharusnya Inspektorat dan BPKAD terbuka, jangan malah justru menutup informasi, terlebih menyangkut keuangan daerah (APBD). Bohong jika mereka tidak tahu,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyoroti klaim pengembalian kerugian sebesar Rp2 miliar yang beredar liar, tanpa kejelasan atas nama siapa. Menurutnya, klaim itu tak boleh dibiarkan jadi kabar burung. Kejari Kota Bekasi, khususnya bidang Pidsus, wajib membuka terang-benderang fakta di balik angka itu.
Pertanyaannya, kalau sertifikat yang diserahkan ke Pemkot oleh keluarga atau pemilik atau tersangka, siapa yang menghitung atau aprisial sertifikat tanah tersebut,” sindirnya tajam.
“Apakah yang Rp2 miliar itu kekurangan harga aprisial tanah?” tandas Mandor Baya dengan penuh heran.
Tinggalkan Balasan