PorosBekasi.com – Pemerintah Kota Bekasi hingga kini belum memberikan penjelasan terkait penggunaan anggaran iuran asuransi kematian bagi warga terdampak Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Anggaran tersebut bersumber dari Bantuan Keuangan Provinsi DKI Jakarta tahun 2022 dan 2023 dengan nilai total mencapai Rp 28,7 miliar, sebagaimana tercantum dalam laman Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (Sirup) LKPP.
“Padahal para pejabat terkait cukup berikan informasi ke publik dengan transparan, tapi ini kenapa bungkam semua, ada apa ini,” heran Ketua Kelompok Masyarakat Triga Nusantara Indonesia (Trinusa) Bekasi Raya, Maksum Alfarizi, Sabtu (2/8/2025).
Pria yang akrab disapa Mandor Baya itu mengaku mendapat laporan dari warga sekitar TPST Bantargebang yang menyebut tidak mengetahui atau merasakan manfaat dari program asuransi tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap kesesuaian anggaran dan pelaksanaan program yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi.
“Jika polis asuransi kematian bagi warga diluncurkan anggarannya sejak 2022 dan 2023, berarti anggarannya tersebut sudah tersedia dong. Dan jika ada, apakah sudah tersalurkan bagi warga terdampak yang mengalami duka meninggal dunia,” ujarnya.
Karena minimnya respons dari pihak terkait, Mandor menyatakan akan melaporkan dugaan penyimpangan ini ke aparat penegak hukum. Ia menilai ada indikasi korupsi atau penyalahgunaan wewenang dalam proses pencairan dan penggunaan dana iuran asuransi tersebut.
“Kami akan mengawasi tata kelola penggunaan hingga penerima manfaatnya, apakah sesuai dengan data kematian warga terhitung 2022–2023. Karena kegiatannya diusulkan pada TA 2024 oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi di bawah pimpinan Yudianto, yang hingga sekarang terkesan menghindar dan bungkam,” tandasnya.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Yudianto, Kepala Bidang Persampahan, Budi Rahman dan Camat Bantargebang, Cecep Miftah, semuanya memilih bungkam saat dimintai konfirmasi terkait asuransi kematian bagi warga terdampak TPST.
Hal serupa juga dilakukan oleh Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi, Darsono, yang tidak memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi Porosbekasi.com mengenai pengelolaan dana bantuan DKI Jakarta yang masuk dalam Kerangka Acuan Kerja DLH tahun 2024 untuk iuran polis kematian tersebut.
Warga Akui Tak Pernah Terima Jaminan Kematian
Diketahui program jaminan kematian senilai Rp 28,7 miliar yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi untuk warga terdampak TPST Bantargebang dipertanyakan warga.
Meski sudah dianggarkan dari Bantuan Keuangan Pemprov DKI Jakarta TA 2022–2023 dan tercatat dalam tender tahun 2024, warga mengaku belum pernah menerima manfaat dari program tersebut.
“Setahu saya tidak pernah ada bantuan dari DLH Kota Bekasi untuk kematian,” ujar Kiman, warga Sumurbatu, Bantargebang, Rabu, 30 Juli 2025.
Terpisah, Sekretaris DLH Kota Bekasi, Kiswati Ningsih, yang juga menjabat sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), menegaskan bahwa sejauh ini belum ada realisasi dari program tersebut.
“Coba cek ke bidang PSKM untuk update-nya. Setahu PPID belum ada realisasi,” pungkas Kiswati.
Sementara Kepala Bidang Penanganan Sampah dan Kemitraan (PSKM) DLH Kota Bekasi, Budi Rahman, belum memberikan keterangan terkait pengelolaan program tersebut, termasuk mekanisme penyaluran jaminan kematian bagi warga yang terdampak aktivitas TPST Bantargebang.
Anggaran TPA Sumurbatu Nyaris Rp 20 Miliar
Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi juga menggelontorkan hampir Rp 20 miliar dari APBD 2025 untuk dua proyek infrastruktur di sekitar TPA Sumurbatu, Bantargebang.
Proyek pertama senilai Rp 7,6 miliar untuk pembangunan akses jalan menuju Sanitary Landfill. Proyek kedua, pembangunan Sanitary Landfill senilai Rp 11,5 miliar, mencakup IPAS, pagar, drainase, hingga gudang.
Meski diklaim sebagai solusi pengelolaan sampah, publik mempertanyakan efektivitas dan transparansi proyek. Pasalnya, problem klasik seperti bau busuk, pencemaran, dan konflik sosial di TPA Sumurbatu masih terus berulang.
Tanpa pengawasan ketat dan partisipasi publik, proyek ini rawan jadi ajang bancakan anggaran, bukan solusi atas krisis lingkungan yang nyata di Bekasi.
Tinggalkan Balasan