PorosBekasi.com – Skandal panas kembali membara dari jantung Pemerintahan Kota Bekasi. PT Migas Bekasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang seharusnya jadi kebanggaan, justru menyeret banyak pihak dalam pusaran dugaan korupsi, kolusi, dan pelanggaran hukum yang membahayakan keuangan negara.
Audit investigatif BPKP, laporan ke KPK, hingga putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang diabaikan, jadi bukti bahwa kasus ini bukan sekadar persoalan administratif, tapi bom waktu hukum yang bisa meledak kapan saja.
“Jejak Gelap” Laporan Keuangan PT Migas
Sejak didirikan tahun 2009, PT Migas Kota Bekasi nyaris tak transparan. Minimnya informasi publik, membuka potensi terjadinya praktik korupsi di tubuh BUMD milik Pemerintah Kota Bekasi yang bergerak di sektor energi ini.
Selama lebih dari satu dekade beroperasi, PT Migas hanya sesekali muncul ke permukaan, seperti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun buku 2024. Dalam laporan itu, perusahaan mengklaim telah menyetor dividen senilai Rp 3,7 miliar kepada Pemkot Bekasi, terdiri dari Rp 300 juta pada 2023, Rp 1,1 miliar pada 2024, dan Rp 2,3 miliar di tahun 2025.
Klaim tersebut disambut pujian oleh Wali Kota Bekasi Tri Adhianto. Ia bahkan menyarankan agar BUMD lain mencontoh capaian PT Migas.
“Saya rasa BUMD lain juga bisa meniru kinerja PT Migas yang mengejar progres capaian dari kondisi jauh dari harapan hingga bisa mengembalikan keadaan menjadi tren positif dan memberikan keuntungan untuk pendapatan daerah,” kata Tri Adhianto dalam keterangan pers Pemkot Bekasi, baru-baru ini.
Namun, pujian tersebut tak menyurutkan kritik tajam dari kalangan pengawas independen. Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Trigara Nusa (Tri Nusa), Maksum Alfarizi atau Mandor Baya, menyatakan bahwa masyarakat berhak mengetahui lebih dari sekadar laporan keuangan tahunan.

“Jangan kita hanya disuguhkan informasi soal kinerja keuangan PT Migas. Tapi suguhkan pula perjalanan mereka selama ini, selama lebih dari sepuluh tahun tidak menghasilkan apa-apa untuk Pemkot Bekasi,” ujarnya, Selasa (22/7/2025).
Maksum menyebut PT Migas menyimpan banyak masalah yang tak kunjung terselesaikan. Salah satunya adalah kerja sama operasi (KSO) dengan Foster Oil Energy, perusahaan asal Singapura, yang kini menjadi sorotan utama. Kerja sama tersebut berlangsung dari 2009 hingga 2019 dengan banyak kejanggalan.
Ia mengacu pada hasil audit investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tertanggal 14 Februari 2020, yang mengungkap adanya penyimpangan prosedur dan pelanggaran hukum dalam proses penunjukan Foster Oil sebagai mitra PT Migas.
“Padahal sesuai aturan, kerjasama tersebut harus melalui persetujuan DPRD, mengingat kerjasama itu menyangkut aset publik,” tegasnya.
Selain itu, isi perjanjian kerja sama atau Joint Operation Agreement (JOA) disebut tidak sesuai dengan Perda Kota Bekasi Nomor 9 Tahun 2009 dan menyebabkan kerugian bagi daerah.
Tak hanya soal masa lalu, proses renegosiasi kontrak PT Migas dan Foster Oil yang dilakukan di tengah sengketa hukum juga dinilai mencurigakan. Renegosiasi itu menghasilkan skema pembagian hasil 80 persen untuk Foster Oil dan hanya 20 persen bagi PT Migas.
“Renegosiasi kontrak PT Migas dan Foster Oil penuh kejanggalan. Makanya kami sempat melaporkan persoalan ini ke KPK dan saat ini laporan masih terus didalami karena ada kemungkinan terjadi penyimpangan,” papar Mandor Baya.
Menurutnya, praktik korupsi di tubuh BUMD energi bukan hal baru. Ia mencontohkan kasus korupsi PT Migas Utama Jabar (MUJ) dengan nilai kerugian Rp 86,2 miliar serta skandal di Perusahaan Daerah Petrogas Persada Karawang yang juga menimbulkan kerugian besar.
“Kalau melihat dua kasus tadi, bukan tidak mungkin hal ini terjadi di PT Migas Kota Bekasi. Apalagi bicara sektor energi khususnya minyak dan gas, bicara soal uang yang tidak sedikit. Karena itu kami meminta penegak hukum memantau aktifitas PT Migas Kota Bekasi,” tandasnya.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Migas, Apung Widadi, menyebut potensi pendapatan PT Migas di masa depan sangat besar, baik dari dividen hasil kerja sama maupun dana bagi hasil dari pemerintah pusat.
“Berkat arahan Pak Wali, renegosiasi dan perpanjangan dengan KSO berhasil kami lakukan dengan perubahan kesepakatan yang semula 90:10 menjadi 80:20. Berkat itu juga, penyertaan modal tahun 2009 senilai Rp 3,1 miliar, berhasil kami kembalikan ke Pemkot Bekasi,” katanya.
Dengan riwayat panjang permasalahan dan potensi keuangan besar yang diklaim akan masuk ke kas daerah, sorotan terhadap PT Migas Bekasi dipastikan tak akan surut. Masyarakat dan lembaga pengawas kini menunggu langkah tegas aparat penegak hukum.





Tinggalkan Balasan