PorosBekasi.com – Pemerintah Kota Bekasi mencatat penurunan signifikan dari pos Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (PAD) sepanjang tahun 2023. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemkot Bekasi TA 2023 pada Bab 5.181, terjadi penyusutan sebesar Rp 3,61 miliar atau 17,54 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Rinciannya, pendapatan dari laba penyertaan modal di PDAM Tirta Patriot tercatat sebesar Rp 1,81 miliar. Sementara dari PDAM Tirta Bhagasasi nihil, padahal pada 2022 menyumbang lebih dari Rp 7,75 miliar.
Sebaliknya, BPR Syariah mencatat kenaikan kontribusi menjadi Rp 8,2 miliar dari Rp 6,25 miliar pada tahun sebelumnya. Laba dari PT Bank Jabar sebesar Rp 6,98 miliar, sementara beberapa entitas lain, seperti PT Sinergi Patriot, PD Migas, dan PD Mitra Patriot tak menyumbang deviden sama sekali.
Dari sisi arus kas, total penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan juga menurun menjadi Rp 10,52 miliar, lebih rendah Rp 2,12 miliar (16,83%) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 12,65 miliar. Penurunan ini tercatat dalam tabel 5.220 laporan keuangan yang disampaikan ke BPK.
Namun, sorotan tajam muncul dari sektor migas. PT Minyak dan Gas Bumi Perseroda Kota Bekasi dilaporkan hanya menyetorkan deviden sebesar Rp 100 juta dan Rp 671,3 juta, berdasarkan dokumen resmi bernomor registrasi 1355/pen/deviden/bpkad/04/23 dan 5510/pen/deviden/bpkad/12/23.
Klaim tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan Direktur PT Migas, Apung Widadi, yang menyebut pihaknya telah menyerahkan Rp 300 juta untuk tahun anggaran 2023. Bahkan dalam pernyataan lanjutan pasca RUPS 2024, Apung menyebut total deviden yang sudah dikembalikan mencapai Rp 3,7 miliar, dengan rincian Rp 300 juta (2023), Rp 1,1 miliar (2024), dan Rp 2,3 miliar (pertengahan 2025).
Pernyataan ini justru memicu kecurigaan baru. Rapat RUPS PT Migas Kota Bekasi yang disebutkan Apung tidak pernah dipublikasikan secara transparan. Dugaan praktik tidak wajar semakin menguat di tengah sorotan tajam terhadap kerja sama Joint Operation Agreement (JOA) antara PT Migas Perseroda dan perusahaan asing, Foster Oil and Energy Pte Ltd.
Kerja sama ini menjadi sorotan karena Foster Oil diketahui berafiliasi dengan tokoh kontroversial Riza Chalid, yang kini menjadi sorotan Kejaksaan Agung RI. Terbaru, Kejagung menetapkan Mohamad Kerry Adrianto Riza juga terafiliasi dengan Foster Oil, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola migas dan produk kilang periode 2018–2023.
Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa Foster Oil & Energi Pte Ltd yang terdaftar di Singapura sejak 30 Juli 2008 dengan nomor identitas 200815009E, patut diduga sebagai perusahaan cangkang.
Menurutnya, perusahaan ini memiliki pemilik saham yang terafiliasi dengan berbagai entitas luar negeri yang sebelumnya tersangkut skandal Panama Papers.
“Foster Oil & Energi Pte Ltd dimiliki oleh Cresswell International Ltd dan Aries Capital Holding Ltd. Salah satu pemilik di Cresswell International Ltd adalah Mohamed Riza Chalid, Mohamad Kerry Adrianto Riza, Isani Isa, dan Mossack Fonseca & Co (Singapore) Pte Ltd,” ujar Uchok dalam keterangannya, Selasa, 8 Juli 2025.
Menurutnya, alamat Cresswell International Ltd di Acara Building, 24 Decastro Street, Wickhams Cay 1, Road Town, Tortola, British Virgin Island merupakan lokasi yang kerap digunakan untuk mendirikan perusahaan-perusahaan cangkang.
“Ini bukan hal baru. Dalam banyak kasus, alamat tersebut sering muncul dalam dokumen Panama Papers,” kata Uchok.
Karena salah satu pemilik Foster Oil, yakni Kerry Riza, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Maka, lanjut Uchok, proyek kerja sama Foster Oil & Energi dengan PD Migas Kota Bekasi dalam pengelolaan Lapangan Migas Jatinegara patut dicurigai sarat praktik korupsi.
“CBA meminta Kejagung untuk segera membuka kembali berkas dan mendalami proyek kerjasama tersebut, serta memeriksa tokoh-tokoh penting yang terlibat di dalamnya, termasuk Mohamed Riza Chalid, Apung Widadi, dan Wali Kota Bekasi Tri Adhianto Tjahyono,” kata Uchok.
CBA menilai bahwa keadilan tidak boleh berhenti pada individu, tetapi harus mengungkap sistem yang memungkinkan praktek korupsi migas terus berulang.
Tinggalkan Balasan